Penataan Situs Makam Kuno Meurah II

Penataan Situs Makam Kuno Meurah II

 

Masnauli Butar Butar, Arkeolog Pelestari BPCB Provinsi Aceh

Aceh Besar, 04/01/2022. Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Aceh sudah lebih dari dua puluh tahun memelihara situs Makam Meurah II.  Juru Pelihara pertama situs ini bernama Bapak Muhammad Zein, diangkat pada masa Depdikbud Muskala D.I. Aceh Darussalam (Tahun 80-an) hingga purna tugas tahun 2019. Setelah Bapak M. Zein pensiun, diangkat kembali juru pelihara tahun 2020 bernama Rahmat Kurniawan.

Bagi BPCB Aceh, situs Makam Meurah II ini merupakan satu bagian dari urat nadi perjalanan sejarah lembaga pelestari di Aceh dan Sumatera Utara “situs ini telah menemani BPCB Aceh selama 20 tahun lebih” demikian kata Masnauli Butar Butar, salah seorang arkeolog pelestari  dan juga anggota Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia Komisariat Daerah Aceh dan Sumatera Utara.

Masnauli Butar Butar mengatakan: “..dalam komplek situs terdapat batu nisan ukuran besar dan kecil yang memiliki nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan kebudayaan yang sangat luarbiasa. Tetapi sayangnya, situs mengalami ancaman karena keberadaan pohon besar di tengah-tengahnya yang suatu saat bisa menyebabkan petaka kerusakan akibat tertimpa jika pohonnya tumbang.”

Masnauli Butar Butar menanggapi pemberitaan media https://www.bidik-aceh.com/situs-kompleks-makam-meurah-ii/ dengan menyampaikan bahwa “faktanya dalam sela sela batu nisan terdapat pohon besar yang akar akarnya telah merusak batu nisan. Pohon ini sudah ada sebelum bapak M. Zein menjadi juru pelihara. Untuk mencegah terjadinya pohon tumbang akibat usia pohon yang semakin menua atau angin kencang (faktor alam)   perlu penebangan pohon. Pada permukaan tanah, terlihat akar akar pohon telah merenggangkan batu nisan. Apabila suatu saat nanti pohon tumbang, maka batu nisan akan ikut rusak (patah, tercabut, retak).”

Menurut Masnauli Butar Butar, penataan yang pertama dilakukan adalah penebangan pohon. Pohon ini cukup meresahkan, karena sudah sangat tinggi dan ranting yang makin lebat, apabila suatu saat tumbang maka akan merusak batu nisan atau bangunan disekelilingnya. Menebang pohon ini tentu tidak mudah, pada tahun 2009 pernah diwacanakan menebang pohon, namun gagal karena biaya yang diperlukan cukup besar dan permasalahan lainnya.

Permasalahan lainnya, ada kepercayaan menebang pohon besar akan terkena unsur magis, sehingga perlu dibuatkan kenduri. Terkadang juga sipemotong kayu (tukang sinso) agak takut kalau terjadi sesuatu dikemudian hari. Permasalahan seperti ini kerap menjadi alasan utama mengapa pohon didekat makam kuno tidak ditebang.

Masnauli (panggilan akrab) memberikan contoh kasus yang menimpa komplek makam Panglima Peunaro dimana rusak total akibat di timpa pohon tumbang. Runtuhan pohon  yang besar menimpa cungkup, menghancurkannya, kemudian rubuhan keduannya menghantam batu nisan di bawahnya sehingga patah, retak, dan roboh.”

Lebih lanjut, Masnauli menyarankan agara rencana penebangan pohon di Situs Makam Meurah II harus berkoordinasi dengan aparat desa setempat dan instansi terkait khususnya Dinas Pertamanan yang ahli dan berpengalaman melakukan pemangkasan atau penebangan kayu.

“yang pasti, penebangan pohon ini juga merupakan upaya penyelamatan situs cagar budaya dari kerusakan.” tutup Masnauli Butar Butar.